Selamat Datang..

Rabu, 15 Oktober 2025

Kematian Saleh al-Jafarawi dan Bayang Konflik Gaza


Gaza kembali berduka setelah terbunuhnya jurnalis muda Saleh al-Jafarawi, seorang suara yang dikenal lantang dalam melaporkan realitas perang dan penderitaan rakyat Palestina. Kabar kematiannya mengguncang dunia Arab dan internasional, bukan hanya karena sosoknya yang dicintai publik, tetapi juga karena motif di balik pembunuhan itu masih menyisakan banyak pertanyaan.

Al-Jafarawi ditemukan tewas di lingkungan Sabra, Gaza City, pada 12 Oktober 2025. Ia dilaporkan menjadi korban eksekusi oleh kelompok bersenjata dari klan Doghmush, salah satu faksi milisi paling berpengaruh dan kontroversial di Gaza. Pembunuhan ini terjadi di tengah ketegangan antara Hamas dan berbagai kelompok lokal yang beroperasi di luar kendali pemerintahan Gaza.

Klan Doghmush dikenal luas sebagai jaringan milisi dan keluarga besar yang memiliki kekuatan militer, ekonomi, serta koneksi internasional. Beberapa laporan menyebut bahwa klan ini memiliki asal-usul dari Turki, dengan nama “Doghmush” atau “Doğmuş” yang berarti “lahir” dalam bahasa Turki. Mereka telah bermukim di Gaza sejak awal abad ke-20 dan kemudian membentuk kekuasaan tersendiri di kawasan selatan kota.

Seiring berjalannya waktu, Doghmush bukan hanya dikenal sebagai keluarga besar, tetapi juga sebagai kekuatan bersenjata yang sering bentrok dengan Hamas. Hubungan mereka dengan berbagai kekuatan luar menambah kompleksitas situasi. Dalam beberapa laporan, klan ini dituduh memiliki hubungan logistik dengan Israel, meski tuduhan itu sulit dibuktikan secara terbuka.

Bagi warga Gaza, Doghmush adalah simbol ambiguitas: di satu sisi mereka dianggap pelindung komunitas lokal, di sisi lain mereka dituduh memperlemah perjuangan nasional Palestina dengan kepentingan-kepentingan tersembunyi. Dalam suasana yang tegang itu, hadir sosok seperti Saleh al-Jafarawi—seorang jurnalis muda yang berani menyiarkan kebenaran tanpa kompromi.

Al-Jafarawi dikenal sebagai jurnalis independen yang aktif di media sosial dan sering menyiarkan kondisi lapangan secara langsung. Ia menjadi sumber informasi utama bagi banyak warga Palestina dan dunia luar selama masa-masa paling gelap dalam serangan Israel terhadap Gaza. Suaranya dianggap sebagai saksi sejarah yang menggambarkan tragedi kemanusiaan di tanah yang terkepung.

Namun keberaniannya juga menjadi ancaman bagi pihak-pihak yang tidak ingin konflik internal terekspos. Laporan menyebutkan bahwa sebelum kematiannya, Al-Jafarawi telah menerima berbagai ancaman dari kelompok bersenjata. Ia disebut terlalu dekat dengan Hamas, atau terlalu kritis terhadap milisi lokal yang dianggap “tidak sepenuhnya berpihak pada rakyat Palestina”.

Saat bentrokan antara Hamas dan klan Doghmush pecah di Sabra, Al-Jafarawi sedang meliput langsung di lokasi kejadian. Beberapa saksi mengatakan bahwa ia diculik lebih dulu sebelum dieksekusi. Tidak ada pengumuman resmi mengenai pelaku pasti, tetapi semua jari telunjuk mengarah kepada Doghmush.

Motif pembunuhan ini tampak lebih besar dari sekadar perselisihan pribadi. Banyak analis menilai bahwa pembunuhan Al-Jafarawi adalah pesan keras dari milisi-milisi yang tidak ingin wartawan bebas bergerak. Mereka ingin memastikan bahwa narasi tentang Gaza dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu yang diuntungkan oleh kekacauan.

Hamas sendiri menyebut pembunuhan itu sebagai serangan terhadap kebebasan pers dan menuduh adanya “tangan-tangan yang bekerja sama dengan musuh” di balik peristiwa tersebut. Pemerintah Gaza kini berupaya menindak klan bersenjata yang dianggap menentang otoritas resmi, tetapi benturan kepentingan membuat situasi semakin berbahaya.

Bagi Doghmush dan kelompok serupa, upaya Hamas untuk mengkonsolidasikan kekuasaan berarti ancaman terhadap kebebasan mereka. Bagi Hamas, keberadaan milisi lokal di luar kontrol adalah ancaman terhadap keamanan nasional. Dalam situasi seperti ini, para wartawan, aktivis, dan bahkan warga sipil berada di posisi paling rentan.

Kematian Al-Jafarawi menjadi simbol dari perang informasi di Gaza. Ia tidak hanya meliput pertempuran antara Hamas dan Israel, tetapi juga menyingkap perang internal di antara faksi-faksi Palestina sendiri. Dalam setiap unggahannya, ia berusaha menjaga agar kebenaran tidak mati di tengah hiruk pikuk propaganda dan peluru.

Namun kini, dengan kepergiannya, muncul ketakutan baru bahwa banyak orang lain bisa bernasib sama. Aktivis, jurnalis, bahkan tokoh masyarakat yang tidak berpihak pada milisi anti-Hamas berada dalam bahaya. Dalam situasi yang rapuh, siapa pun yang dianggap “berseberangan” dapat dengan mudah menjadi target.

Sumber-sumber di Gaza memperingatkan bahwa jika kelompok-kelompok anti-Hamas tidak menyesuaikan diri dengan dinamika politik saat ini, mereka bisa menghadapi pembalasan yang lebih keras. Hamas, yang berusaha menjaga stabilitas di tengah tekanan Israel, tidak lagi mentoleransi kelompok lokal yang mengancam keamanan dalam negeri.

Dengan kata lain, pembunuhan Saleh al-Jafarawi hanyalah awal dari babak baru di Gaza: babak di mana pertarungan bukan hanya melawan penjajahan luar, tetapi juga terhadap kekacauan internal yang dipicu oleh perebutan kekuasaan dan narasi.

Banyak pengamat menilai, bila faksi-faksi lokal tidak menahan diri, Gaza bisa jatuh ke dalam perang saudara yang lebih luas. Dalam kondisi ekonomi yang hancur dan blokade berkepanjangan, setiap percikan kecil dapat berubah menjadi kobaran besar.

Dalam suasana duka ini, nama Saleh al-Jafarawi menjadi pengingat bahwa kebenaran bisa sangat berharga—bahkan seharga nyawa. Ia mewakili suara rakyat Gaza yang menolak bungkam di tengah desingan peluru dan intrik politik.

Kini, Gaza bukan hanya berjuang melawan musuh di luar tembok, tetapi juga melawan bahaya yang datang dari dalam. Jika berbagai pihak di Gaza tak segera bersatu dan mengakhiri permainan kekuasaan bersenjata, maka darah para jurnalis, aktivis, dan warga sipil lainnya bisa menjadi kisah tragis berikutnya dalam sejarah yang tak kunjung damai.

Share this:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
Back To Top
Distributed By Blogger Templates | Designed By OddThemes